Pensil (Pensiun Usil)
Mencermati fenomena saat ini mengenai Rukun Tetangga ( RT) dan Rukun Warga ( RW) di Kepri, sangat menarik. Mulai dari pemilihannya, insentifnya, dan peran yang dimainkannya. Karena perhatian semua tertuju kepada organisasi kemasyarakat tingkat paling bawah tersebut.
Rukun Tetangga dan Rukun Warga atau disingkat RT/RW merupakan salah satu organisasi yang cukup tua di Indonesia, bahkan lebih tua dari usia kemerdekaan Republik Indonesia.
Sejarah RT/RW berawal dari bentukan pemerintahan kolonial Jepang yang bernama Tonarigumi dan Azazyookai, yang masing-masing berarti rukun tetangga dan rukun kampung.
Peran RT RW di zaman kemerdekaan semakin berkait dengan pemerintah, dengan adanya UU no 7 tahun 1983 tentang pembentukan RTRW.
Peran RT RW yang semula dimaksudkan mengurus kepentingan masyarakat, sosial dan kekeluargaan, berubah lebih luas saat ini, mau tak mau merambah ke dunia politik.
Disinilah puncak masalahnya, sesuatu yang berkaitan dengan politik tentu ada posisi bargaining untung rugi, kepentingan dan sebagainya, tapi tidak semua sih, masih banyak Ketua RT dan Ketua RW punya dedikasi pengabdian yang tulus.
Semula RT RW yang sifatnya sosial tanpa digaji, saat ini diberi insentif oleh pemerintah kabupaten kota bahkan provinsi. Mohon maaf kita tak membahas soal insentif nanti melebar kemana-mana, silakan pembaca cermati saja.. hahaha… Maunya nanti kita berdoa insentif RT RW juga diperoleh dari APBN, dengan catatan tidak dibilang nanti oleh Menkeu jadi beban negara, hahaha.
Dengan peran makin strategis, RT RW semakin diperhitungkan, semula yang jadi Ketua RT dan Ketua RW adalah amanah dari warganya, sedikit paradigmanya berubah.
Semula yang mau jadi Ketua RT dan Ketua RW, mohon maaf orang yang terpanggil dan masyarakat biasa saja dipilih dari warga yang biasa yang seserhana.
Tapi, saat ini banyak diisi oleh pejabat, mantan pejabat, dan pengusaha. Artinya, eksistensi RT RW, semakin sexy bahkan diperebutkan.
Pemilihan demokratis memang pemililhan langsung melalui pemungutan suara dan ada pemilihan aklamasi saja. Tentunya dikembalikan ke warga pemilih maunya Ketua RT RW yang dapat mengayomi mereka.
Sebagai pimpinan tentunya tempat warga dimana Ketua RT RW tempat bertanya, tempat mengadu persoalan, tempat keluh kesah warga. Sudah barang tentu Ketua RT RW zaman sekarang, seorang yang tidak lagi hanya mencatat jumlah warga, atau sekedar membuat pengantar rekomendasi pembuatan KTP, surat keterangan kurang mampu dan sebagainya.
Ketua RT/RW tentunya yang peduli dan lebih memilih masyarakat, warganya dibandingkan kepentingan lain yang temporary saja.
Saking hebatnya masalah RT RW ini sampai dibawa ke rapat dengar pendapat dengan DPRD, bahkan memanas sampai ada yang melempar mik dan naik ke meja. Hahahaa..
Teringat dulu saat waktu di SMP, pengalaman berantam di kelas, saya sampai naik meja, saking panasnya kuping disindir seorang teman. Tapi naas, pas mau melayangkan tendangan ginkang kungfu ala Bruce Lee yang top saat itu, tiba-tiba guru kelas masuk.
Yang terlepas dari benar dan salah, menurut guru, saya dianggap salah karena naik meja, sesuatu yang memang kurang sopan. Karena meja itu “sakral “ tempat buku pulpen, tempat naruh tangan kalau lelah dan juga meletakkan kepala jika ngantuk, bahkan sesekali tempat naruh kitab suci kalau lagi membacanya.
Kita tak membahas persoalan sebelumnya, apakah pemilihan RT RW sah menurut aturan, atau kriterianya memenuh syarat. Biarlah nanti baca beritanya baca sendiri dan cermati sendiri.
Kembali ke peran dan pesona Ketua RT RW yang lagi naik daun, jadi idola dan penuh pesona serta seksi, kiranya para Ketua RT RW tetap dalam kapasitasnya sebagai perwakilan masyarakat.
Jika diwajibkan memilih tentunya lebih mengutamakan aspirasi warganya. Mengurus masyarakat tidaklah mudah. Dari sekian ratus Kepala Keluarga yang menjadi warganya tentu satu dua atau tiga orang yang senantiasa “ tidak setuju” dan tetap protes apapun kebijakan yang dibuat.
Belum lagi jika ada perayaaan haru besar dan acara serta musibah tentunya Ketua RT RW yang duluan tahu dan dilaporkan. Tugas-tugas kemasyarakatan memang belum sebanding dengan insentif yang diterima, tapi jika dikaitkan dengan agama, betapa besar pahala yang diperoleh setiap kerja-kinerja yang tentunya bernilai ibadah.
Ketua RT RW sayangnya tidak ada jenjang karier seperti lurah yang bisa jadi sekcam atau camat .. hehehe.
Masa jabatan Ketua RT RT paling dua periode selama 10 tahun (tidak ada wacana 3 periode ya hehehe).
Setelah itu kembali jadi warga biasa dan berbaur lagi dengan warga, dengan pinta dan harap terus menerus selagi dunia ini ada dan tak pernah selesai. Tugas tak pernah selesai kapanpun pinta harap tak pernah reda.
Sebagaimana tercermin dalam nada “sejuta wajah” yang dinyanyikan Achmad Albar dengan God Bless nya,
“ Sejuta janjimu kota
Menggoda wajah-wajah resah,
Ada di sini dan ada di sana
Menunggu di dalam tanya
Menunggu di dalam tanya
Tanya
Mengapa semua berkejaran dalam bising
Mengapa oh mengapa
Sejuta wajah engkau libatkan
Dalam himpitan kegelisahan
Apakah hari esok makmur sentosa
Bagi wajah-wajah yang menghiba”.
(Minggu, 04 September 2022)
sumber : batamclick.com